11 konsep pendidikan karakter yang dituliskan Syaikh Musthafa al Ghalayaini dalam kitab Idhatun Nasyi’in
inilah
11 konsep pendidikan karakter yang dituliskan Syaikh Musthafa al Ghalayaini
dalam kitab Idhatun Nasyi’in:[1]
1. Percaya
diriDalam konsep ini, beliau menukil kisah-kisah ulama dan umat terdahulu yang
dimuliakan dan saat mendengar kisah mereka akan banyak kepala tertunduk karena
mereka berani berbuat sesuatu yang lebih disertai niat yang agung. Menurut
Musthafa, Allah SWT menciptakan bumi seisinya untuk dieksploitasi manusia,
untuk kebaikan manusia. Hal itu tak akan maksimal tanpa curahan kekuatan dan
kepercayaan tinggi.Mendidik rasa percaya diri anak dan berani tampil merupakan
sebuah keniscayaan. Dengan percaya diri akan memiliki keberanian bertindak dan
bertanggung jawab atas perbuatannya. Bila ada satu anak terbiasa dengan rasa
percaya diri dan dalam lingkungan pendidikan berisi anak-anak yang berani
tampil untuk mengasah mental dan skill-nya, dan banyak lembaga-lembaga
pendidikan mengamalkannya maka kehidupan masyarakat di masa depan akan
cemerlang.
2. Sabar
manusia berakal adalah manusia yang mampu menghadapi persoalan seberat tanpa
hawa nafsu, tanpa mengeluh, dan tanpa kebingungan. Sifat dari jiwa yang berakal
adalah tenang, hati-hati, waspada, dan tidak terburu-buru. Dengan jiwa seperti
ini maka semua masalah akan terselesaikan tanpa menimbulkan masalah baru yang
lain.Berhubungan dengan sifat ini, anak diajarkan untuk berproses dan
menikmatinya, bukan menciptakan generasi instan yang mau semuanya serba cepat
dan kilat. Anak-anak diajak menikmati proses belajar, berkegiatan di sekolah
bersama guru dan teman-temannya, menyadarkan bahwa sekolah itu bukanlah beban
yang berat melainkan kegiatan edukatif yang menyenangkan meski tidak harus
dengan selalu bermain. Bila anak terbiasa tenang dan dapat menikmati sebuah
proses pembelajaran maka dia akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang lebih
tahan stress dan siap menerima tongkat estafet kepemimpinan umat.[2]
3. Ikhlasruh
dari amal adalah ikhlas. Badan tanpa ruh adalah jasad mati demikian pula amal
bila tanpa dasar keikhlasan, jangan diharapkan akan kemanfaatannya meskipun
amal itu banyak. Seseorang yang beramal dengan ikhlas untuk umat dan tanah
airnya maka hati orang lain akan condong padanya, akan melindungi dan
mengagungkannya. Bila terjadi demikian, manusia akan rela membantu dan
melestarikan sifat ikhlas itu. Apakah berarti bahwa sifat ikhlas itu menular?
Saya katakan ya, karena dengan keikhlasan akan menambah semangat demi tujuan
yang lebih besar. Berapa banyak kita lihat gerakan apapun begitu cepat ambruk
dan hancur tanpa keikhlasan orang-orang didalamnya, itu adalah contoh
nyata.Seorang guru harus mencontohkan, bukan cuma mengajarkan, keikhlasan
didalam perbuatannya karena sekecil apapun perbuatan guru akan terekam dan
ditiru oleh murid. Bila kebaikan yang ditampilkan berdasar keikhlasan maka
murid akan memotret dan mencontoh kebaikan yang ikhlas itu karena pendidikan
adalah mencontohkan.[3]
4. Nilai
keberanian berani adalah pertengahan antara sembrono dan ketakutan. Seorang
yang pemberani bisa memperkirakan kapan dia harus maju dan kapan dia harus
mundur untuk mengatur siasat. Bila ditanya manakah yang lebih buruk antara
sembrono dan sifat takut bagi umat maka jawabannya adalah dalam kesembronoan
terkadang orang mendapatkan apa yang dia kehendaki sedang tidak ada manfaat apapun
dalam sifat takut. Namun keselamatan tetaplah pada sifat berani yang melatih
anak untuk bertanggungjawab.Yang diajarkan disini adalah keberanian dengan
perhitungan, bukan berani babi. Anak diajarkan untuk memiliki naluri seorang
entrepreneur yang berani namun tetap memperhitungkan segala sesuatu sebelum
bertindak demi cita-citanya.
5. Maslahah
mursalah mengutamakan kepentingan umat yang lebih besar dari kepentingan diri
sendiri atau kelompok dan golongannya itulah maslahah mursalah.
Tiap manusia memiliki ego yang masing-masing dari ego tersebut harus dipenuhi
dan dituruti kemauannya. Karena itu terkadang terjadi benturan-benturan
kepentingan antara ego dan kepentingan orang banyak yang memiliki kemanfaatan
lebih luas dan lebih banyak.Pendidikan mengalahkan ego dan berkorban demi orang
banyak adalah poin dari konsep maslahah mursalah ini yang wajib diajarkan pada
anak-anak. Pendidikan ini bertujuan untuk mengendalikan rasa manja anak dan
melatih tata hidup bersama bersama anak-anak lainnya. Demi kepentingan yang
lebih besar maka ego diabaikan, itulah karakter yang harus bisa tertanam dalam
jiwa anak.[4]
6. Nilai
kemuliaan bila orang diminta bercerita tentang dirinya maka dia akan bercerita
dan mengklaim bahwa dirinya adalah orang yang mulia/ terhormat. Banyak orang
mengaku mulia meski dia memiliki kelakuan, hati, niat dan kebiasaan yang buruk.
Kenapa demikian? Hal itu karena perbedaan dalam mengartikan arti kemuliaan itu
sendiri.Kebanyakan manusia mengartikan kemuliaan dengan banyak harta, pangkat,
berkedudukan diatas kelompok lain sehingga bisa berlagak kuasa. Mereka
menyangka bahwa banyaknya orang lain yang mengelu-elukannya, orang-orang miskin
yang tunduk padanya adalah sebuah kemuliaan. Apakah mereka sadar bahwa jaman
akan berganti, roda akan berputar dan betapa nasib akan mempermainkan kehidupan
dengan seenaknya. Saat mereka jadi miskin, papa, tak berpangkat, saat tanda
tangan tak lagi berlaku, taring tak lagi runcing akankah mereka berani berlagak
menyombongkan harta dan pangkatnya? Sebagian lain mengartikan kemuliaan adalah
memiliki badan yang kuat perkasa meski otaknya tumpul. Ada yangmengartikan
mulia adalah sehat saat yang lain sakit, masih hidup kala yang lain mati, dalam
posisi aman/terjamin saat yang lain terjepit, terhormat dan mulia saat umat tertindas,
dan terpandang saat umat terhina. Kekayaan, kekuasaan, kemegahan diri sendiri
apakah itu kemuliaan? Bukan, andai mereka dapat berfikir jernih.
Kemuliaan hakiki adalah kemuliaan yang
dirasakan bersama umat, hidup sejahtera bersama umat, terhina saat umat
dihinakan, merasa mati saat kematian umat. Sifat-sifat mulia dan agung ini
hanya dapat dimiliki manusia yang terhormat, berani, suci hati dan pikiran,
berilmu dan orang yang rajin menuntut ilmu. Bukan seorang dictator, egois,
mencerai beraikan umat melalui isu-isu SARA, politisasi hukum, dan sebagainya. Orang yang mulia adalah orang
yang melayani tanah air dengan ikhlas dan rela berkorban demi tegaknya tanah
air.
Menganggap diri mulia saat umat/ bangsa terhina
adalah pengkhianatan terhadap nilai-nilai patriotik, sifat yang mulai memudar
pada diri pemuda masa kini. Matinya umat adalah kematianku, mulianya umat
adalah kemuliaanku perlu diejawantahkan dalam karya nyata dan bukan hanya
slogan semata.
7. Nilai
ReligiusitasReligiusitas yang benar bisa menerangi negara dan mengamalkannya
bisa memberi petunjuk umat manusia. Negara bisa tegak berdiri karena
religiusitas yang benar. Agama dan negara saling menguatkan, bila tanpa satu
diantara dua itu maka akan hancur keduanya. Induk nilai religiusitas adalah kebenaran
dan hakikat. Keberuntungan atau kerusakan manusia tergantung pada terpatrinya
nilai ini. Sayang, agama hari ini layaknya bayangan tanpa ruh dan membuat
manusia alergi. Hal ini dimanfaatkan para penghasut agar mereka lari dari agama
dan mengikuti pemikiran mereka. Mereka pandai menarik simpati umat untuk
mengagungkan mereka dan mendapat bagian dari harta umat meski mereka orang
bodoh yang berakhlak buruk dan jauh dari hakikat kebenaran. Mereka adalah
penipu, para penyembah berhala, dan pengumbar hawa nafsu. Umat yang tidak tahu
bahwa mereka dibodohi hanya mengikuti para penghasut ini tanpa dasar,
bertentangan dengan syara’, melakukan kebohongan, memperuncing perbedaan yang
mengancam persatuan.Musthafa juga mengingatkan agar kita menjauhi 2 jenis
laki-laki:
a) Laki-laki yang menyangka bahwa agama Allah
adalah agama yang meninggalkan kenikmatan dunia dan meyakini bahwa berpaling
dari dunia adalah lebih utama.
b) Laki-laki yang mengajak keburukan dengan
bersumpah atas namanya, mengkafirkan, menbid’ah-bid’ahkan ibadah dan menuduh
fasik pada selainnya dan golongannya, supaya umat menyangka bahwa laki-laki ini
yang paling benar dalam beragama. Mereka-mereka inilah golongan perusak agama
yang sesungguhnya.\r\n\r\nBila anak didik bisa diberi pengetahuan tentang ini sejak
dini alangkah cerah masa depan bangsa dan umat ini. Memperkuat aspek keagamaan
untuk memperkuat kekayaan spiritual anak-anak akan ajaran agamanya hanya bisa
diajarkan sekolah yang bercirikan agama.
8.
Konsep madani masyarakat madani yang benar
adalah masyarakat yang sehat jasmani dan akalnya, muka yang murah senyum yang
menjadikannya selamat dunia akhirat. Keutamaan akhlak dan pekerti, mengutamakan
kepentingan umum, giat beramal dan mengamalkan apa yang dimilikinya untuk
Negara, giat belajar untuk memperbaiki diri dan pekerti.[5]
9.
Cinta tanah air cinta tanah air yang sebenarnya
adalah mencintai kebaikan tanah air, mengabdi pada tanah airnya, seorang yang
cinta tanah air rela mati demi kebebasan tanah airnya dan rela menderita demi
kejayaan tanah airnya. Cinta tanah air juga merupakan sebagian dari iman, hal
ini terjadi bila seseorang rela menafkahkan sebagian harta bendanya untuk
kebaikan dan kemaslahatan umum, sibuk menghidupi sekolah-sekolah yang mana
disitu diajarkan nilai dan esensi cinta tanah air yang karena pendidikan di
sekolah-sekolah itu akan tumbuhlah bibit-bibit keutamaan dan amal saleh. Bila
nilai-nilai kecintaan pada tanah air ini diajarkan pada anak-anak sejak dini
maka nilai-nilai ini akan dia bawa sampai dia dewasa. Dari generasi seperti ini
harapan kehidupan umat akan kesejahteraan akan semakin cepat terwujud dan
serangan musuh-musuh negara akan berkurang. Pendidikan yang benar adalah esensi
kehidupan dan ilmu adalah urat nadinya. Tiada mungkin tercapai kemuliaan hidup
tanpa ilmu dan pendidikan. Pendidikan sebagai penolak adu domba dan siasat
busuk musuh, ilmu menunjukkan ke jalan kebenaran. Betapa penting pendidikan
kebangsaan ini agar negara benar-benar memperoleh kemerdekaan dibidang
pendidikan dan bebas dari keinginan bangsa asing yang ingin menguasai
bakat-bakat anak bangsanya.\r\n\r\nSetiap kesimpulan pastilah ada permulaan;
permulaan kemerdekaan sebuah bangsa adalah mendidik anak-anak mudanya menjadi
seorang patriot dan berdarah nasionalisme yang tinggi. Jika jiwa anak-anak
bangsa kosong dari nilai ini maka dianggap gagallah pendidikannya. Pentingnya
pendidikan nasionalisme bukanlah hal baru dari sistem pendidikan sebuah bangsa,
hal ini didorong dari keinginan luhur untuk mempertahankan wilayah dan
kehormatan dari serangan bangsa asing.
10. Nilai
kemerdekaan/ kebebasan merdeka adalah seseorang yang murni pendidikannya, suci
hati, senantiasa berbuat keutamaan, jauh dari perbuatan hina, lepas dari
belenggu penjajahan dan selalu tahu akan kewajibannya. Kemerdekaan adalah
pemberian dari Sang Khalik untuk makhlukNya, karenanya kemerdekaan merupakan
nikmat yang bersifat rabbaniyah. Kemerdekaan bukanlah kebebasan menggunakan
modal kekuatan, kekuasaan dan paksaan untuk menindas yang lemah. Orang merdeka
bukanlah bukanlah orang yang berbuat kerusakan di bumi, menggunakan kekerasan,
menodai kehormatan manusia lainnya, dan orang yang membahayakan dirinya sendiri
dan lingkungannya.Manusia merdeka adalah manusia yang beramal dengan daya yang
dimilikinya demi kemakmuran dan persatuan umat, bukan orang yang bebas
memperturutkan nafsu angkara murkanya.
11. Nilai kedermawanan
dermawan adalah pertengahan antara israf (menyia-nyiakan harta
secara berlebihan dan tanpa manfaat) dan bakhil. Dalam israf terdapat
unsur merusak kemanfaatan harta dan didalam bakhil terdapat unsur
menganiaya diri sendiri dengan kesulitan. Israf bisa
diartikansebagai foya-foya, harta yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk
kebaikan dan dimanfaatkan untuk beribadah digunakan untuk hal yang tidak
bermanfaat secara syar’i.Sedang orang bakhil cenderung menahan
keinginanya sendiri demi mempertahankan hartanya, dan biasanya tidak disukai
oleh orang di lingkungan tempat tinggalnya. Maka dipilihlah jalan tengah antara
israf dan bakhil/ pelit yaitu sifat dermawan. Dermawan adalah sifat yang
dipilihkan Allah SWT untuk manusia sebagaimana firmannya :“Dan janganlah
kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu
mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal”(al isra’:29).
Sesungguhnya dalam masyarakat terdapat 3 golongan:
a) Orang
yang menyangka bahwa dengan bakhil mereka akan kekal di dunia karena hartanya
tidak berkurang. Padahal Allah SWT sudah mengingatkan dalam firmannya: Kecelakaanlah
bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan
menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya(al
humazah:1-3)
b) Orang
yang kikir pada dirinya sendiri dan juga pada orang lain.
c) Orang
yang kikir pada orang lain namun murah hati pada dirinya sendiri, orang-orang
ini lebih senang bicara tentang dirinya sendiri dan meremehkan orang lain. Dari
seluruh konsep yang diterangkan Syaikh Musthafa al Ghalayin, semua mengacu pada
kepentingan negara dan kebahagiaan dunia akhirat. Hal ini disebabkan setting
zaman saat beliau hidup pada abad 20 yang notabene banyak negara-negara di Asia
sedang memperjuangkan kemerdekaannya dari belenggu penjajahan, termasuk negara
kita. Acuan beliau akan kebahagiaan dan kemakmuran dunia akhirat disebabkan
karena faktor keulamaan beliau karena sebagaimana dikatakan beliau bahwa hasil
pendidikan adalah perubahan pekerti dan bakti pada ibu pertiwi.
[2] Rahmat Djatnika, Sistem Ethika..., hlm 27.
[4] Rahmat Djatnika, Sistem Ethika..., hlm 27.
[5] Ibid, hlm 108.
PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
contact atau 089677337414 - Terima kasih.