Skip to main content

4 Pemikiran Filsafat Pendidikan Isalam


Pemikiran filosofis pendidikan Islam dapat kita lihat dari pola pemikiran Islam yang berkembang di dunia saat ini, terutama dalam menjawab berbagai tantangan  dan perubahan yang selalu terjadi dan akan terjadi pada era modernitas. Ada empat model pemikiran keislamaman menurut Abdullah (1996) yang dikutip oleh Muhaimin, yaitu 1. Model Tekstualis Salafi; 2. Model Tradisionalis Madzhabi; 3. Model Modernis; dan 4. Model Neo-Modernis.


1.    Tekstualis Salafi
Aliran ini berusaha untuk memahami ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam al-Quran dan as-Sunnah dan melepaskan diri dari atau kurang memperhatikan konteks dinamika pergumulan masyarakat muslim yang mengitarinya baik pada era klasik ataupun modern. Masyarakat yang diidam-idamkan adalah masyarakat salaf di era nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya. Landasan pemikiran aliran ini hanya ada dua yaitu al-Quran dan al-Sunnah dan tanpa menggunakan pendekatan keilmuan yang lain.[1] Dalam menjawab berbagai tantangan zaman, aliran ini hanya menggunakan al-Quran dan al-Sunnah. Ini menunjukkan bahwa aliran ini lebih bersikap regresif dan konservatif.[2]
Jika kita lihat kepada pemikiran filsafat pendidikan, ada dua tipe yang lebih dekat dengan aliran tekstualis salafi, yaitu aliran pendidikan yang termasuk dalam kategori tradisional (perennialism dan essentialism). Perennialism menghendaki kembalinya kepada jiwa yang menguasai abad pertengahan, sedangkan tekstualis salafi menghendaki agar kembali ke masyarakat salaf (era Nabi dan sahabat). Namun intinya, kedua aliran ini sama-sama regresif. Adapaun  essentialism menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan, dan nilai-nilai ini sampai kepada manusia tentunya telah teruji oleh waktu. Tektualis Salafi menjunjung tinggi nilai-nilai salaf dan perlu dilestarikan keberadaannya, karena masyarakat salaf dipandang sebagai masyarakat yang ideal.
Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan Islam, aliran ini menyajikan kajian tentang pendidikan secara manquly, yakni memahami atau menafsirkan nas-nas tentang pendidikan dengan nas yang lain, atau dengan mengambil pendapat sahabat. Aliran ini berusaha membangun konsep pendidikan Islam melalui kajian tekstual-lughawi atau berdasarkan kaidah-kaidah bahasa Arab dalam memahami al-Quran, hadits Nabi, dan perkataan sahabat, serta memperhatikan praktik pendidikan pada era salaf, untuk selanjutnya berusaha mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai tersebut hingga saat ini. Dalam bangunan pemikiran filsafat pendidikan Islam, model ini dapat dikategorikan sebagai tipologi perenial-tekstualis salafi dan sekaligus esensial-tekstualis salafi. Untuk menyederhanakan model ini, maka dapat kita sebut dengan istilah perenial-esensial salafi.
Aliran ini dapat kita lihat sebagaimana yang kita ketahui dari sejarah bahwa ada golongan-golongan yang hanya menggunakan al-Quran secara tekstual semata tanpa melihat konteks. Padahal dalam pendidikan harus dilihat terlebih dahulu apa yang dibutuhkan anak didik dan masyarakat secara umum.

2.    Tradisionalis Madzhabi<
Aliran ini berupaya memahami ajaran dan nilai mendasar yang terkandung dalam al-Quran dan al-Sunnah melalui bantuan khazanah pemikiran Islam klasik, namun tidak begitu memperhatikan keadaan sosio-historis masyarakat setempat di mana ia hidup di dalamnya. Hasil pemikiran para ulama terdahulu dipandang sudah pasti tanpa melihat sisi historisnya. Masyarakat ideal bagi aliran ini adalah masyarakat muslim era klasik, di mana menganggap bahwa semua persoalan agama telah dikupas tuntas oleh para ulama terdahulu. Mereka bertumpu kepada ijtihad dalam menyelesaikan persoalan-persoalan tentang ketuhanan, kemanusiaan, dan kemasyarakatan. Kitab kuning menjadi rujukan pokok aliran ini.
Aliran ini menonjolkan akan wataknya yang tradisional dan madzhabi. Tradisional ditunjukkan dalam bentuk sikap, cara berpikir, dan bertindak yang selalu berpegang teguh pada nilai, norma, dan adat kebiasaan yang telah turun temurun dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi sosio historis dengan berubahnya masyarakat dan zaman. Watak madzhabi dari aliran ini diwujudkan dalam kecenderungannya mengikuti aliran, pemahaman, atau doktrin yang dianggap sudah relatif mapan pada masa sebelumnya.[3]
Dengan ketradisionalan dan kemadzhabannya, aliran ini dalam pengembangan pemikiran filsafat pendidikan Islam lebih menekankan pada pemberian penjelasan dari materi-materi pemikiran para pendahulunya tanpa adanya perubahan substansi pemikiran pendahulunya. Pendidikan Islam dengan model ini berupaya mempertahankan dan mewariskan nilai, tradisi, dan budaya serta praktik sistem pendidikan terdahulu dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa mempertimbangkan konteks perkembangan zaman yang dihadapinya. Melihat wataknya yang sedemikian itu, aliran ini juga lebih dekat dengan perennialism dan essensialism, karena wataknya yang masih regresif dan konservatif. Aliran ini disebut tipologi perenial-esensial madzhabi.
Aliran ini membangun konsep pendidikan Islam melalui kajian terhadap khazanah pemikiran Islam terdahulu, baik dalam hal tujuan pendidikan, kurikulum, hubungan guru murid, metode pendidikan, sampai kepada lingkungan pendidikan yang dirumuskan.
Berbeda dengan aliran yang pertama, aliran ini lebih menghargai hasil yang telah diciptakan oleh pendahulunya. Karena aliran ini masih menganggap dan menggunakan sistem pendidikan yang digunakan oleh masa sebelumnya dan hal itu dirasa baik. Namun di sini masih ada sikap tertutup dari aliran ini yang tidak menerima hal-hal yang baru, dan menurut hemat penulis, sikap ini yang kurang bijak karena apapun di dunia ini selalu berubah.

3.    Modernis
Aliran modernis berupaya memahami ajaran dan nilai dasar yang terkandung dalam al-Quran dan al-Sunnah dengan melihat kepada kondisi dan tantangan sosio-historis dan kultural yang dihadapi masyarakat muslim kontemporer, tanpa mempertimbangkan muatan-muatan khazanah intelektual muslim era klasik. Aliran ini lebih cenderung untuk selalu maju memasuki teknologi modern. Aliran ini ingin memahami al-Quran secara langsung dan melompat ke dunia modern.
Aliran ini lebih cenderung seperti aliran progressivism dalam aliran filsafat pendidikan, hal ini tercermin dari wataknya yang ingin bebas dari bayang-bayang masa lalu dan modifikatif. Dengan wataknya yang demikian, aliran ini tidak berkepentingan untuk merujuk kepada pemikiran-pemikiran terdahulu karena yang dahulu hanya cocok untuk masa lalu.
Dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan Islam, sikap bebas dan modifikatif ini tidak berarti kebebasan mutlak tanpa adanya keterikatan. Pendidikan Islam yang modernis memiliki sikap keterbukaan dan dinamis menuju ke arah yang lebih maju. Untuk mencapai kemajuan tersebut diperlukan keterbukaan untuk membaca teori orang lain, melalui  transformasi, akomodasi, dan bahkan adopsi pemikiran dan temuan ilmu pengetahuan serta teknologi dalam rangka memajukan sistem pendidikan Islam.
Praktik seperti ini banyak kita temukan pada era ini terutama di lembaga pendidikan Islam modern. Dalam pendidikannya telah banyak menggunakan peralatan-peralatan modern dan juga menggunakan metode-metode yang berasal dari luar, namun hal ini tidak membuatnya kehilangan tujuan utama dari pendidikan Islam tersebut.

4.    Neo-Modernis
Aliran pemikiran ini berupaya untuk memahami ajaran dan nilai dasar yang bersumber dari al-Quran dan al-Sunnah dengan mengikutsertakan dan mempertimbangkan khazanah intelektual muslim klasik serta mencermati kesulitan dan kemudahan yang ditawarkan dunia modern. Jadi aliran ini selalu mempertimbangkan al-Quran, al-Sunnah, khazanah klasik, dan pendekatan-pendekatan keilmuan era modern. Maka dari situlah terkenal ungkapan “memelihara hal-hal yang baik yang telah ada sambil mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik.”
Berdasarkan prinsip-prinsip yang dipakai dan melihat akhir dari jargon di atas menunjukkan adanya sikap dinamis dan progresif serta rekonstruktif walaupun tidak bersifat radikal. Karean itulah, di dalam konteks pemikiran filsafat pendidikan Islam aliran ini dapat dikategorkan sebagai tipologi perenial-esentialis kontekstual-falsifikatif.
Aliran ini dipandang sebagai aliran pembaruan yang mencoba mengintegrasikan secara menyeluruh antara dasar-dasar Islam, khazanah keislaman klasik, dan hal-hal yang baru dan baik. Ini merupakan upaya yang luar biasa dalam pengembangan pendidikan agama Islam yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman.


[1] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. (Jakarta; PT Grafindo Persada, 2005), 88.
[2] Ibid,. 89.
[3] Op.cit,. 90-92.

PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui
Buka Komentar
Tutup Komentar
Close Disqus