Lima Hipotesis dalam Pemerolehan Bahasa Kedua
Ada
lima jenis hipotesis mengenai pemerolehan bahasa kedua yaitu:[1]
a.
Hipotesis
pembendaan pemerolehan dan belajar
Hipotesis
ini menyatakan bahwa orang dewasa mempunyai dua cara yang berbeda, berdikari
dan mandiri mengenai pengembangan kompetensi dalam suatu bahasa kedua, yaitu: Cara
yang pertama adalah pemerolehan bahasa, yang merupakan proses yang bersamaan,
jika tidak identik atau sama betul dengan cara anak-anak mengembangkan
kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Cara yang kedua untuk mengembangkan
kompetensi dalam bahasa kedua ialah dengan belajar bahasa.
b.
Hipotesis urutan
ilmiah
Salah
satu dari penemuan-penemuan yang paling menyenangkan dan paling menarik dalam
penelitian pemerolehan bahasa tahun-tahun terakhir ini adalah penemuan bahwa
pemerolehan struktur-struktur gramatikal benar-benar dalam urutan yang dapat
diramalkan. Perlu diketahui bahwa urutan pemerolehan bahasa kedua tidaklah sama
dengan urutan pemerolehan bagi bahasa pertama sekalipun tentu saja ada beberapa
persamaan.
c.
Hipotesis
monitor
Hipotesis
monitor mengemukakan serta menjelaskan bahwa pemerolehan dan belajar dipakai
dengan cara yang khas. Biasanya, pemerolehan “memprakarsai” ucapan-ucapan kita
dalam bahasa kedua dan juga bertanggungjawab atas kelancaran kita, kefasihan
kita. Belajar hanya mempunyai satu fungsi, yaitu sebagai monitor atau editor
sebagai pemantau atau penyunting. Belajar hanya berperan membuat
perubahan-perubahan dalam bentuk ujaran kita, setelah dihasilkan oleh sistem
yang diperoleh yang diinginkan.
Riset
menyarankan bahwa para penampil bahasa kedua dapat menggunakan kaidah-kaidah
sadar hanya apabila memenuhi tiga kondisi yaitu :
1.
Waktu
2.
Fokus pada bentuk
3.
Mengetahui kaidah
Agar
kita dapat berfikir mengenai dan menggunakan kaidah-kaidah kesadaran secara
efektif, penampil bahasa kedua perlu memiliki cukup waktu. Bagi kebanyakan
orang, percakapan normal tidak menyediakan cukup waktu untuk berfikir mengenai
kaidah-kaidah beserta pengunaannya. Penggunaan kaidah yang berlebih-lebihan
dalam percakapan dapat membawa orang pada kesulitan, misalnya suatu gaya
berbicara yang ragu-ragu dan tidak adanya perhatian terhadap apa yang dikatakan
oleh teman bicara. Menggunakan monitor secara efektif, tidak cukup dengan
sarana waktu saja. Sang penampil harus juga memusatkan perhatian pada”bentuk”
atau berfikir mengenai kebenaran atau ketepatan. Bahkan walaupun kita mempunyai
cukup waktu, kita mungkin saja begitu terlibat pada “apa” yang dikatakan yang
tidak kita arahkan pada “bagaimana” kita menyatakannya.
Perlu
diketahui bahwa dalam penggunaan monitor, terdapat variasi individual. Beberapa
variasi individual dapat kita lihat pada pemerolehan bahasa kedua dan
performasi dapat dipertanggungjawabkan dengan bantuan monitor sadar yang
berbeda.
Tampaknya,
ada dua penyebab utama bagi penggunaan tata bahasa secara berlebihan yakni :
1. Penggunaan
yang berlebihan mungkin menurun dari sejarah penyingkapan sang pelaku terhadap
bahasa kedua. Banyak orang, korban tipe pengajaran tata bahasa hampir tidak
mempunyai pilihan lain kecuali tergantung pada belajar.
2. Tipe
lain mungkin berkaitan dengan personalitas atau pribadi. Para pemakai yang
berlebihan ini memang mempunyai kesempatan untuk memperoleh jumlah bahasa
kedua. Hanya mereka tidak percaya pada kompetensi yang diperoleh ini dan hanya
merasa terjamin kalau mereka mengacu kepada monitor mereka yang satu-satunya
mereka yakini.
Para
pemakai monitor yang kurang adalah para pemakai yang tidak belajar. Secara
khusus, para pemakai kurang ini tidak terpengaruh oleh perbaikan kesalahan,
dapat mengoreksi diri sendiri hanya dengan menggunakan perasaan saja bagi
ketepatan atau kebenaran, dan seluruhnya menyandarkan diri pada sistem yang
diperoleh.
Monitor
optimal bertujuan menghasilkan para pemakai monitor optimal, para pelaku yang
menggunakan monitor apabila hal itu diperlukan dan apabila tidak menganggu
komunikasi. Para pemakai monitor optimal karenanya dapat menggunakan kompetensi
yang dipelajari sebagai suplemen bagi kompetensi yang diperoleh. Pemakai
optimal mampu mengisi bagian yang senjang atau yang kosong dengan belajar sadar
tetapi tidak semuanya.
d.
Hipotesis
masukan
Ada
dua hal yang menarik mengenai hipotesis masukan ini, yaitu :
1. Banyak
dari bahan ini relatif baru, sedangkan hipotesis-hipotesis lainnya telah
diberikan dan didiskusikan dalam beberapa buku dan makalah
2. Hipotesis
ini penting baik secara teoritis dan praktis.
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa bagian-bagian (1) dan (2) hipotesis masukan itu
sebagai berikut :
1. Hipotesis
masukan berhubungan dengan pemerolehan bukan dengan belajar
2. Hipotesis
dapat diperoleh dengan memahami bahasa yang mengandung struktur sedikit
disekitar tingkat kompetensi yang mutakhir.
3. Apabila
komunikasi berhasil, masukan dipahami dan terdapat cukup mengenai hal itu
tersajikan atau tersedia secara otomatis
4. Kemampuan
berproduksi muncul, tidak diajarkan secara langsung.
Faktor
penunjang kedua bagi hipotesis masukan adalah berupa fakta-fakta dari
pemerolehan bahasa kedua, berupa sandi-sandi sederhana. Hipotesis masukan juga
menarik bagi pemerolehan bahasa kedua. Pertama-tama, seperti telah di singgung
sebelumnya pemerolehan bahasa kedua, anak-anak atau orang dewasa, juga
merupakan pemerolehan sama seperti sang anak memperoleh bahasa pertama juga
karena adanya urutan alamiah pemerolehan bagi bahasa kedua seperti halnya
bahasa pertama.
Masukan
yang termodifikasi ada tiga jenis yaitu :
1. Pembicaraan
orang asing yang merupakan akibat dari modifikasi-modifikasi para pembicara
asli dengan lebih sedikit para pembicara asli dengan lebih sedikit daripada
pembicara bahasa mereka yang berkompetensi penuh.
2. Pembicaraan
guru merupakan pembicaraan orang asing didalam kelas, bahasa pengelolaan dan
penjelasan kelas, kalau dilakukan bahasa kedua
3. Sandi
sederhana berupa pembicaraan antar bahasa yaitu ujaran para pemeroleh bahasa
kedua lainnya.
e.
Hipotesis
saringan afektif
Hipotesis
saringan afektif menyatakan betapa afektifnya faktor-faktor berhubungan dengan
proses pemerolehan bahasa kedua. Secara singkat dibicarakan hubungan
faktor-faktor afektif dengan proses pemerolehan bahasa kedua.
Hipotesis
saringan afektif menuntut bahwa efek atau pengaruh “afek” atau “kepura-puraan”
atau “yang dibuat-buat” memang berada “diluar” sarana pemerolehan bahasa yang
wajar. Sedangkan variabel-variabel afektif bertindak menghalangi atau memberi
kemudahan bagi penyampaian atau pengiriman masukan kepada sarana pemerolehan
bahasa.
Hipotesis
saringan afektif ini menjelaskan mengapa seorang pemeroleh mungkin
memperoleh atau mendapat sejumlah masukan yang dapat/mudah dipahami namun
menghentikan segera (bahkan kadang-kadang sangat segera) tingkat pembicara asli
(atau” memfosilisasikan”. Kalau hal ini terjadi jelas merupakan garapan
saringan afektif, merupakan tanggung jawab saringan afektif.
PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
contact atau 089677337414 - Terima kasih.