Skip to main content

Mengenal 5 Ragam dalam Penulisan Kitab al-Turats Fiqih (Kitab Kuning)

Mengenal 5 Ragam dalam Penulisan Kitab al-Turats Fiqih (Kitab Kuning)

www.azid45.web.id - Mengenal 5 Ragam dalam Penulisan Kitab al-Turats Fiqih (Kitab Kuning). Salah satu bentuk penghormatan terhadap turats fiqih yang perlu kita bangun adalah dengan berusaha untuk mengenal dan kemudian mempelajari secara ilmiah warisan-warisan intelektual kaum fuqaha itu dalam halaqah, pengajian dan ta’lim.

Sebelum melakukan kajian lebih jauh, alangkah lebih baiknya jika kita mengenal terlebih dahulu istilah-istilah turats fiqih yang sering dipakai oleh para fuqaha dalam karya-karya fiqih mereka yaitu:[1]

Ø Matan

Dalam kajian hadits, setiap pembahasan tidak akan keluar dari kajian seputar sanad ataupun kajian tentang matan. Namun pengertian matan disini berbeda. Agak susah menemukan definisi matan dalam khazanah turats Islam, termasuk di dalamnya turats fiqih. Meski begitu, sebenarnya pemahaman kita tentang matan, bisa saja dibangun tanpa harus mengetahui definisinya yang baku. Salah satu definisi yang penulis temukan adalah apa yang dikemukakan oleh Dr. Abdullah ibn ‘Uwaiqil As Sullami dalam salah satu makalahnya.

المتن : مصطلح يطلق عند أهل العلم على مبادئ فن من فنون جمعت في رسائل صغيرة خالية من الاستطراد والتفصيل والشواهد والأمثلة إلا في حدود الضرورة.

“Matan adalah istilah yang dikenal oleh para ulama untuk dasar-dasar sebuah disiplin ilmu yang dikumpulkan pada risalah kecil tanpa mengandung uraian panjang, penjelasan terperinci, dalil dan contoh kecuali sebatas keperluan”[2]

Dari definisi diatas, bisa kita simpulkan bahwa penulisan matan bertujuan untuk menghindari uraian yang melebar, agar apa yang tertulis dalam matan tersebut bisa dengan mudah dipahami, dihafalkan dan langsung dijadikan sebagai panduan beramal dan beribadah. Karena itulah matan terbaik dan paling diterima dalam turats fiqih adalah matan yang paling singkat namun padat.

Bahkan untuk lebih mempermudah lagi dalam proses menghafal, para fuqaha selain menulis matan dalam bentuk natsar (prosa), mereka juga menulis matan dalam bentuknadzam (semacam puisi). Yaitu sebuah matan yang tertulis dalam bentuk bait-bait syair. Dalam dunia syair, matan mandzum (berbentuk nadzam) biasa dikenal dengan syair ta’limi. Dan biasanya nadzam ini menggunakan bahr (pola nada) rajaz, sehingga matan nadzam ini kemudian populer dengan sebutan Urjuzah.

Pada masa-masa awal penulisan fiqih, para fuqaha tidak terlalu akrab dengan istilah matan. Mereka biasanya menggunakan istilah; mukhtashar, yang secara substansi tidak berbeda sama sekali dengan matan. Namun dalam perkembangannya, istilah mukhtashar kemudian perlu dibedakan dengan istilah matan. Mukhtashar lebih dipahami sebagai ringkasan dari sebuah kitab lain, sedangkan matan adalah kitab asli (belum diberi syarah atau hasyiyah) yang bentuknya bisa saja mukhtashar (ringkas) ataupun muthawwal (panjang).”

Ø Syarah

الشرح : توضيح ما غمض من المتون وتفصيل ما أُجمل منها، وهو يتراوح بين الطول والقصر والسهولة والعسر، وفيه الوجيز والوسيط والبسيط.

“Penjelasan atas kerumitan yang terdapat di dalam matan, memperinci permasalahan dalam matan yang masing global dan umum. Penjelasan tersebut biasanya ada yang tertulis panjang atau pendek, mudah ataupun berat, ada yang amat singkat, sedang-sedang saja, dan ada yang sedikit singkat”
Contoh-contoh kitab syarah adalah; Al Hawi Al Kabir karya Imam Al Mawardi yang mensyarah Mukhtashar Al Muzani, Al Mughni karya Ibn Qudamah yang mensyarah kitab Mukhtashar Al Khiraqi, Mawahib Al Jalil karya Al Hatab Ar Ru’aini yang mensyarahMukhtashar Al Khalil.

Ø Hasiyah
الحاشية : إيضاحات مطولة دعت إليها ظاهرة انتشار المتون والشروح، وقد قصد منها حل ما يستغلق من الشرح وتيسير ما يصعب فيه واستدراك ما يفوته والتنبيه على الخطأ، والإضافة النافعة وزيادة الأمثلة والشواهد.

“Penjelasan panjang yang ditulis karena adanya fenomena tersebarnya matan dan syarah, ditulis dengan tujuan untuk menguraikan syarah yang masih rumit, memudahkan syarah yang susah, melengkapi kandungan syarah yang terlewat, mengingatkan atas sebuah kekeliruan dalam syarah, memperkaya tambahan yang berfaidah dan memperbanyak contoh-contoh serta dalil-dalil”[3]

Contoh-contoh hasyiyah adalah Futuhat Al Wahhab yang merupakan hasyiyah atas kitab Fath Al Wahhab karya Syaikhul Islam Zakariya Al Anshari. Hasyiyah yang ditulis oleh Sulaiman ibn ‘Umar Al Azhari ini lebih populer dengan nama Hasyiyah Al Jamal. Ada juga Hasyiyah Al Qolyubi dan hasyiyah Amirah. Dua hasyiyah yang sering tercetak bersama ini, adalah hasyiyah atas kitab Syarah Minhaj At Thalibin yang ditulis oleh Jalaluddin Al Mahalli.

Ø Taqrir

التقرير : فهو بمثابة هوامش كان يسجلها العلماء والمصنفون على أطراف نسخهم مما يعن لهم من الخواطر والأفكار على نقطة معينة أو نقاط متعددة، وذلك أثناء قيامهم بالتدريس من الشروح والحواشي.

“Semacam catatan pinggir yang ditulis oleh para ulama penulis kitab pada tepian kitab-kitab mereka, berupa ide-ide dan gagasan yang terlintas atas sebuah poin tertentu atau beberapa poin beragam, ide dan gagasan pikiran itu terlewat di saat mengajar dengan syarah-syarah dan hasyiyah”[4]

Warisan para fuqaha yang berupa taqrir tidak sebanyak warisan mereka yang berupa matan, syarah ataupun hasyiyah. Salah satu contoh kitab taqrir adalah taqrirat yang ditulis oleh Abdul Qadir Ar Rafi’i. Beliau menuliskan taqrir ini atas hasyiyah ibn Abdin dalam fiqih hanafi. Taqrir ini beliau tulis saat mengajarkan hasyiyah ibn Abdin (Radd Al Muhtar) hampir separuh umurnya. Taqrir ini kemudian atas izin beliau dikumpulkan oleh muridnya Muhammad Ar Rasyid Ar Rafi’i. Setelah dibaca ulang beberapa kali, akhirnya terbitlah taqrir atas hasyiyah ibn Abdin ini dengan nama ‘At Tahrir Al Mukhtar’. Namun taqrir ini kemudian lebih dikenal dengan nama Taqrirat Ar Rafi’i ‘Ala Hasyiya ibn‘abdin.[5]

Ø Kitab, fasl dan bab

Selain memahami istilah-istilah jenis penulisan turats fiqih diatas, perlu dipahami pula sistematika pembahasan yang dimiliki oleh masing-masing penulis kitab fiqih. Mungkin beberapa pembaca ada yang merasa sedikit janggal ketika mendapati sebuah kitab fiqih di dalamnya terdapat puluhan kitab. Hal ini dapat dimaklumi karena dua kata kitab dalam kalimat tersebut memang memiliki makna yang berbeda. Secara mudah, kitab dalam frase ‘kitab Al Majmu’ bisa dimaknai sebagai; buku Al Majmu’. Yang mana ‘kitab’ tersebut ‘mengumpulkan’ didalamnya kitab-kitab, bab-bab, masalah-masalah fiqih secara umum dan menyeluruh dalam semua temanya.[6]

Sedangkan kitab dalam frase ‘kitab At Thaharah’ bisa dimaknai sebagai kelompok pembahasan yang hanya mengumpulkan masalah thaharah saja. Di dalam Kitab Taharah terdapat kelompok-kelompok pembahasan yang lebih kecil bernamaBab Al Wudhu, Bab Al Ghusl (mandi), Bab Tayammum. Yang lebih kecil lagi dari kelompok tersebut adalah fashl. Di dalam Bab Wudhu misalnya, terdapat Fashl rukun-rukun wudhu, fashl sunnah-sunnah wudhu, dan lain-lain.

Jelasnya adalah bahwa sebuah kitab fiqih -baik yang madzhabi (satu madzhab) maupunmuqaran (perbandingan lintas madzhab)- akan memuat di dalamnya pembahasan-pembahasan fiqih yang terdistribusi dalam sebuah sistematika penulisan tertentu. Sistematika yang paling umum adalah Kitab, Bab dan Fashl. Kitab, sebagai kelompok pembahasan terbesar, akan memuat beberapa bab, dan masing-masing bab memuat beberapa fashl.

Salah satu kitab fiqih yang memiliki sistematika apik adalah Bidayah Al Mujtahid. Kitab fiqih muqaran ini ditulis oleh seorang faqih bermadzhab maliki dengan urutan kelompok pembahasan; Kitab (sebagai kelompok pembahasan terbesar), Jumlah, Bab, Fashl, Qism dan mas’alah. Distribusi seperti ini dilakukan jika tema pembahasannya memang besar dan lengkap. Jika tidak, maka beberapa kelompok pembahasan akan ditiadakan.

Mengenal istilah-istilah Kitab, Bab, Fashl atau matan, syarah, hasyiyah dan taqrir seperti yang diangkat dalam tulisan ini akan mempermudah pembaca kitab at turats dalam memahami methodologi para ulama’terdahulu dalam menulis dan menyusun sebuah kitab at turats.[7]

[1] Ibid, hlm 58.
[2] Baharuddin, dkk., Teori Belajar..., hlm 150.
[3] Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan..., hlm 15.
[4] Muhammad Fauzil Adhim, Positive Parenting..., hlm 280.
[5] Abah Hambali dan Bambang, Pendidikan Karakter Berbasis al-Qur’an (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2008), hlm 99.
[6] Ibid, hlm 104.
[7] Zaim El-Mubarok, Membumikan Pendidikan Nilai (Bandung: CV. Alfabet, 2008), hlm 110-111.
PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui
Buka Komentar
Tutup Komentar
Close Disqus