Skip to main content

Metode Pembelajaran Dalam Perspektif Al-Qur’an


Keberhasilan menanamkan nilai-nilai rohaniah (keimanan dan ketakwaan pada Allah swt.) dalam diri peserta didik, terkait dengan satu faktor dari sistem pendidikan, salah satunya adalah metode pendidikan yang dipergunakan pendidik dalam menyampaikan pesan-pesan ilahiyah, sebab dengan metode yang tepat, materi pelajaran akan dengan mudah dikuasai peserta didik. Dalam pendidikan yang Islami, perlu dipergunakan metode pendidikan yang dapat melakukan pendekatan menyeluruh terhadap manusia, meliputi dimensi jasmani dan rohani (lahiriah dan batiniah), walaupun tidak ada satu jenis metode pendidikan yang paling sesuai mencapai tujuan dengan semua keadaan.      

Metode pendidikan memiliki peran yang strategis dalam mencapai tujuan pendidikan. Tanpa adanya metode, maka proses pencapaian tujuan pendidikan akan terhambat bahkan tidak berhasil sama sekali. Oleh karena itu penting bagi pendidik atau guru untuk menguasai banyak metode dalam melaksanakan kegiatan mendidik. Sebenarnya banyak literatur-literatur yang membahas tentang metode pendidikan yang dapat digunakan sebagai rujukan dalam melaksanakan tugas mendidik. Namun sebagai pendidik, menjadi penting juga untuk mengkaji, menemukan, dan menggunakan metode-metode yang bersumber dari ajaran agama yakni Al Qur’an dam Hadits.
.
1. Pengertian metodologi pendidikan dalam Al Qur’an
Metodologi adalah ilmu tentang metode-metode, atau uraian tentang metode-metode, sedangkan metode berasal dari dua kata yaitu “Meta” yang artinya melalui, dan “Hodos” yang artinya jalan atau cara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa metode adalah cara yang teratur digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.[1]
Pembelajaran menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memeiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Maka dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan metodologi pembelajaran dalam Al Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang cara atau jalan untuk mencapai suatu tujuan dengan mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar berkembangnya potensi peserta didik sesuai dengan contoh-contoh dan tuntunan dalam Al Qur’an.[2]
2. Metodologi pembelajaran dalam Al Qur’an
Al Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam, yang wajib dipahami oleh setiap muslim, menampilkan metode dan cara yang sangat menarik sehingga memudahkan bagi mereka yang tertarik untuk mempelajarinya. Adapun beberapa metode yang dapat dijadikan contoh dari Al Qur’an antara lain :
2.1. Metode Kisah (cerita)
Isi Al Qur’an banyak memuat kisah-kisah tentang orang-orang terdahulu. Rasulullah dapat mengetahui kisah-kisah nabi dan umat sebelumnya melalui cerita yang diinformasikan oleh Al Qur’an.
كَذَٰلِكَ نَقُصُّ عَلَيۡكَ مِنۡ أَنۢبَآءِ مَا قَدۡ سَبَقَۚ وَقَدۡ ءَاتَيۡنَٰكَ مِن لَّدُنَّا ذِكۡرٗا ٩٩
99.  Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat yang Telah lalu, dan Sesungguhnya Telah kami berikan kepadamu dari sisi kami suatu peringatan (Al Quran) (Q.S.Thahaa:99)
Contoh-contoh kisah atau cerita dalam Al Qur’an :
- Kisah Nabi Yusuf :  Q.S. Yusuf: 6-7 = mimpi Yusuf sebagai nabi,
                                   Q.S. Yusuf: 8-10 = saudara-saudaranya,
                                   Q.S. Yusuf: 21-23 = Yusuf di Mesir,
                                   Q.S. Yusuf: 34-35 = Yusuf dipenjara,
                                   Q.S. Yusuf: 54-57 = Yusuf dipercaya Raja,
                                   Q.S. Yusuf: 58-93 = Yusuf bertemu saudaranya,
                                   Q.S. Yusuf: 94-101 = Yusuf bertemu oragtuanya.
- Kisah Nabi Musa :   Q.S. Al Qashas: 7-13 = Musa dilahirkan,
                                   Q.S. Al Qashas: 14-19 = masa dewasa,
                                   Q.S. Al Qashas: 20-22 = meninggalkan Mesir,
                                   Q.S. Al Qashas: 23-28 = pertemuan dengan 2 anak perempuan,
                                   Q.S. Al Qashas: 29-32 = mendapat wahyu,
                                   Q.S. Al Qashas: 33-37 = Harun sebagai pembantunya,
                                   Q.S. Al Qashas: 38-42 = keganasan fir’aun,
                                   Q.S. Al Qashas: 43 = mendapat kitab Taurat
- Kisah Ashabul Kahfi :    Q.S. Al Kahfi: 10-11 = kisah Ashabul Kahfi,
                                          Q.S. Al Kahfi: 14-16 = mengapa mereka masuk gua,
                                          Q.S. Al Kahfi: 17-18 = keadaan di dalam gua,
                                          Q.S. Al Kahfi: 19-20 = bangun dari tidur,
                                          Q.S. Al Kahfi: 21 = sikap penduduk kota,
                                          Q.S. Al Kahfi: 22 = perselisihan tentang jumlah mereka.
                                          Q.S. Al Kahfi: 25 = lamanya mereka tertidur.[3]
Masih banyak lagi kisah-kisah dalam Al Qur’an. Kisah atau cerita dapat dijadikan salah satu metode dalam pendidikan dengan alasan :
    1). Kisah selau memikat karena mengundang pembaca atau pendengar untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya, makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar tersebut.
     2). Kisah Qur`ani dan dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu menampilkan tokoh, sehingga pembaca atau pendengar dapat ikut menghayati atau mersakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi tokohnya.[4]
2.2. Metode Amtsal (perumpamaan)
Amtsal adalah bentuk jamak dari kata matsal dan mitsil “matsal” mengandung arti cerita-cerita perumpamaan (untuk pendidikan budi pekerti). Sedangkan menurut Istilah adalah penyerupaan suatu keadaaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama, yaitu pengisah menyerupakan sesuatu dengan aslinya.[5] Dalam kamus bahasa Indonesia amsal adalah umpama atau perumpamaan.
Contoh-contoh perumpamaan dalam Al Qur’an :
مَثَلُهُمۡ كَمَثَلِ ٱلَّذِي ٱسۡتَوۡقَدَ نَارٗا فَلَمَّآ أَضَآءَتۡ مَا حَوۡلَهُۥ ذَهَبَ ٱللَّهُ بِنُورِهِمۡ وَتَرَكَهُمۡ فِي ظُلُمَٰتٖ لَّا يُبۡصِرُونَ ١٧
17.  Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api[*], Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat Melihat. (Q.S.Al Baqarah:17)
[*]  orang-orang munafik itu tidak dapat mengambil manfaat dari petunjuk-petunjuk yang datang dari Allah, Karena sifat-sifat kemunafikkan yang bersemi dalam dada mereka. keadaan mereka digambarkan Allah seperti dalam ayat tersebut di atas.
مَثَلُ ٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَوۡلِيَآءَ كَمَثَلِ ٱلۡعَنكَبُوتِ ٱتَّخَذَتۡ بَيۡتٗاۖ وَإِنَّ أَوۡهَنَ ٱلۡبُيُوتِ لَبَيۡتُ ٱلۡعَنكَبُوتِۚ لَوۡ كَانُواْ يَعۡلَمُونَ ٤١
41.  Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka Mengetahui.(Q.S.Al Ankabut:41)
Perumpamaan dapat dijadikan salah satu metode dalam pendidikan dengan alasan :
      1). Mempermudah siswa memahami konsep abstrak, karena perumpaan menggunakan benda yang kongkret.
      2). Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut.
      3). Perumpamaan memberikan motivasi kepada pendengarnya untuk berbuat baik dan menjauhi kejahatan.[6]
2.3. Metode Ibrah – Mauizhah (nasehat)
Ibrah adalah mengambil iktibar/contoh dan pelajaran dari pengalaman yang telah lalu, yaitu pengetahuan yang dihasilkan dari melihat apa yang disaksikan terhadap apa yang belum disaksikan, sedangkan Mauizhah artinya nasehat atau pelajaran.[7]
Contoh-contoh nasehat dalam Al Qur’an :
يُقَلِّبُ ٱللَّهُ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبۡرَةٗ لِّأُوْلِي ٱلۡأَبۡصَٰرِ ٤٤
44.  Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan. (Q.S. An Nuur: 44)
لَقَدۡ كَانَ فِي قَصَصِهِمۡ عِبۡرَةٞ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِۗ مَا كَانَ حَدِيثٗا يُفۡتَرَىٰ وَلَٰكِن تَصۡدِيقَ ٱلَّذِي بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَتَفۡصِيلَ كُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ ١١١
111.  Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Q.S. Yusuf: 111)
Esensi `ibrah dalam kisah ini ialah bahwa Allah berkuasa menyelamatkan Yusuf setelah dilemparkan kedalam sumur yang gelap, meninggikan kedudukanya setelah dijeblosannya ke dalam penjara dengan cara menjadikannya raja mesir setelah dijual sebagai hamba (budak). Kisah ini menjelaskan kekuasaan Tuhan.
Nasehat dapat dijadikan salah satu metode dalam pendidikan dengan alasan :
      1).  Mengandung pelajaran yang penting dalam pendidikan.
      2). Nasehat dilakukan berulang-ulang, agar nasehat itu meninggalkan kesan sehingga orang yang dinasehati tergerak untuk mengikuti nasehat itu.[8]
2.4. Metode Targhib dan Tarhib (penghargaan dan hukuman)
 Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan, bujukan yang dimaksud adalah kesenangan duniawi dan ukhrawi akibat melakukan suatu perintah Allah atau menjauhi larangan-Nya. Adapun Tarhib adalah ancaman dengan siksaan sebagai akibat melakukan dosa dan kesalahan yang dilarang oleh Allah, atau tidak melaksanakan perintah-Nya.[9]
Contoh Targhib dalam Al Qur’an :
۞مَّثَلُ ٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِي وُعِدَ ٱلۡمُتَّقُونَۖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ أُكُلُهَا دَآئِمٞ وَظِلُّهَاۚ تِلۡكَ عُقۡبَى ٱلَّذِينَ ٱتَّقَواْۚ وَّعُقۡبَى ٱلۡكَٰفِرِينَ ٱلنَّارُ ٣٥
35.  Perumpamaan syurga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (Q.S. Ar Ra’d: 35)
Contoh Tarhib dalam Al Qur’an :
وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَسَآءَ سَبِيلٗا ٣٢
32.  Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. Al Isra’: 32)
Targhib dan Tarhib dapat dijadikan salah satu metode dalam pendidikan dengan alasan :
      1.  Mengandung isyarat kepada peningkatan keimanan kepada Allah dan hari akhir.
      2. Menggugah serta mendidik perasaan Ketuhahan (rasa takut, tunduk,cinta, harap).[10]
2.5. Metode Hiwar (dialog)
Hiwar artinya dialog atau percakapan, yang dimaksud adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik yang mengarah pada suatu tujuan.[11]
Contoh Hiwar dalam Al Qur’an :
183.  Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.S. Al Baqarah: 183)
13.  Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S. Al Hujurat: 13)
172.  Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keEsaan Tuhan)".(QS. Al-A’raf : 172)
Hiwar dapat dijadikan salah satu metode dalam pendidikan dengan alasan :
      1). Menyentuh dan membangkitkan perasaan , yang pada gilirannya akan membantu tumbuhnya sikap dan pribadi yang kokoh yang mengacu pada pencapaian tujuan ahir pendidikan.
      2). Menimbulkan dan meninggalkan kesan yang lebih kuat dalam benak ke dua belah pihak yang terlibat dalam hiwar.[12]
2.6. Metode Uswatun Hasanah (keteladanan)
Keteladanan dalam arti bahasa adalah hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Peneladanan ada dua macam yaitu sengaja dan tidak sengaja. Keteladanan sengaja ialah keteladanan yang disertai penjelasan, seperti memberikan contoh membaca yang baik, mengajarkan sholat yang benar dan sebagainya. Keteladanan tidak sengaja ialah keteladanan yang tidak disertai penjelasan, seperti keteladanan dalam keilmuaan, kepemimpinan, sifat keikhlasan dan lain-lain.[13]
Contoh-contoh Teladan dalam Al Qur’an :
  
4.  Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya[*]: "Sesungguhnya Aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan Aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami Hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan Hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan Hanya kepada Engkaulah kami kembali." (QS. Al Mumtahanah: 4)
6.  Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. dan barangsiapa yang berpaling, Maka Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.  (QS. Al Mumtahanah: 6)
Konsep keteladanan ini sudah diberikan dengan cara Allah mengutus para rasul terutama Nabi Muhammad SAW. untuk menjadi panutan bagi umat Islam sepanjang sejarah dan rahmat bagi sekalian alam. Allah SWT berfirman :
21.  Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab: 21)
Uswatun Hasanah dapat dijadikan salah satu metode dalam pendidikan dengan alasan :
      1). Secara psikologis manusia memang memerlukan tokoh teladan dalam hidupnya, ini adalah sifat bawaan. Meniru adalah sifat pembawaan manusia.
      2). Menyaksikan sendiri suatu sikap atau prilaku dalam pendidikan lebih dapat diterima dari pada melalui susunan kata-kata, dengan kata lain bahasa sikap lebih dapat diterima dari pada bahasa lisan.[14]


[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi III) versi 1.3 freeware 2010-2011
[2] Nur Ubhiyati, Ilmu Pendidikan Islam II (Bandung:CVPustaka Setia, 1997) .99
[3] Al Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, 1994
[4] Syaikh Manna al-Khattan, Pangantar Studi Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), hal. 354.
[5] Ibid. 355
[6] Ibid. 357
[7] Syaikh Manna al-Khattan, Pangantar Studi Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), hal. 358.
[8]Ibid. 359
[9] Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam, Terjemahan Herry Noer Ali, (Bandung: CV. Diponegoro, 1989). 78
[10] Ibid.79
[11] Nur Ubhiyati, Ilmu Pendidikan Islam II. 105
[12] Ibid. 106
[13] Syaikh Manna al-Khattan, Pangantar Studi Ilmu al-Qur’an. 360
[14] Ibid. 361

PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui
Buka Komentar
Tutup Komentar
Close Disqus
Close Translate