Skip to main content

Pengertian dan Unsur-Unsur Pencemaran Nama Baik dalam Hukum Islam


Islam sebuah agama yang ramatan lil ālamīn yang mengajarkan hubungan keTuhanan dan kemanusiaan secara baik dan benar dengan berbagai macam syariat yang ada didalamnya sebagai hukum dalam melaksanakan sesuatu agar tidak bertentangan dengan larangan agama. Kemanusiaan  menuntun untuk kehidupan sosial kemasyarakatan yang sesuai dengan syariat, bertujuan untuk melindungi harkat serta martabat manusia. Setiap perilaku yang merendahkan harkat dan martabat manusia baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat tentu dilarang oleh Allah SWT.[1]  Islam sebagai agama yang ramatan lil ālamīn
benar-benar mengharamkan perbuatan menggunjing, mengadu domba, memata-matai, mengumpat, mencaci maki, memanggil dengan julukan tidak baik, dan perbuatan-perbuatan sejenis yang menyentuh kehormatan atau kemuliaan manusia. Islam pun, menghinakan orang-orang yang melakukan dosa ini, juga mengancam mereka dengan janji yang pedih pada hari kiamat, dan memasukkan mereka dalam golongan orang-orang yang fasik, karena Islam bukanlah agama yang mengajarkan untuk merendahkan orang lain.[2]  Ujaran kebencian sangat erat kaitannya dengan penghinaan dan pencemaran nama baik dan merupakan pelanggaran yang menyangkut harkat dan martabat orang lain, yang berupa penghinaan biasa, fitnah/tuduhan melakukan perbuatan tertentu, berita yang terkait dengan ujaran kebencian sangat besar pengaruhnya dan sangat jauh akibatnya, karena dapat menghancurkan reputasi, keluarga, karir dan kehidupan didalam masyarakat tentunya. Didalam Alquran Allah SWT. berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ
Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim. (QS.al-ujurāt (49): 11).[3]

Berdasarkan ayat tersebut, maka kiranya perlu di pahami mengenai bagaimana pencemaran nama baik ini. Terutama dalam hal pengertian dan unsur-unsurnya yaitu:
1.   Pengertian Pencemaran Nama Baik
Dalam kitab Tafsir Jalalain, Imam Jalaluddin membagi tiga model pencemaran nama baik yaitu:
a.   Sukhriyyah: yaitu meremehkan atau menganggap remeh orang lain karena sebab tertentu.
b.   Lamzu: yaitu menjelek-jelekkan dengan cacian atau hinaan atau dengan kejelekan orang lain.
c.   Tanabuz: yaitu model cacian atau penghinaan dengan menyebut atau memanggil lawan bicara dengan sebutan yang jelek, dan sebutan yang paling buruk adalah memanggil wahai fasik atau wahai Yahudi pada orang Islam.[4]
Sementara dalam pandangan al-Ghazali perbuatan yang dilakukan oleh seseorang berupa pencemaran nama baik adalah menghina (merendahkan) orang lain didepan manusia atau didepan umum.[5]  Sedangkan Abdul Rahman al-Maliki membagi penghinaan menjadi tiga:
a.     Al-Zammu: penisbahan sebuah perkara tertentu kepada seseorang berbentuk sindiran halus yang menyebabkan kemarahan dan pelecehan manusia.
b.     Al-Qadhu: segala sesuatu yang berhubungan dengan reputasi dan harga diri tanpa menisbahkan sesuatu hal tertentu.
c.     Al-Taqir: setiap kata yang bersifat celaan atau mengindikasikan pencelaan atau pelecehan.[6]
2.   Unsur-Unsur Pencemaran Nama Baik
Tidak dapat dipidana apabila seseorang dalam hal perbuatan yang dilakukan tersebut, tidak tahu atau belum ada suatu aturan yang mengatur sebelumnya. Oleh sebab itu tidaklah dapat dipertanggung jawabkan orang yang melakukan perbuatan meninggalkan perbuatan tadi. Seperti bunyi kaidah:
لَا جَرِيْمَةَ وَلَاعُقُوْبَةَ اِلَّابِالنَّصِ
Tidak ada hukuman dan tidak ada tindak pidana (jarimah) kecuali dengan adanya nash.[7]           
                                                                                               
Abdul Qadir Audah melakukan kontekstualisasi dengan membedakan ruang lingkup hukum pidana Islam yang dalam hal ini mengenai unsur umum jarimah, untuk jarimah itu ada tiga macam yaitu:[8] 
a. Al-rukn al-syar’ī, atau unsur formil adalah unsur yang menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku jarimah apabila sebelumnya telah ada nas atau undang-undang yang secara tegas melarang dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku.
b. Al-rukn al-mādī atau unsur materiil adalah unsur yang menyatakan bahwa untuk bisa dipidananya seorang pelaku jarimah, pelaku harus benar-benar telah melakukan perbuatan baik yang bersifat positif (aktif melakukan sesuatu) maupun yang negatif (pasif tidak melakukan sesuatu).
c.  Al-rukn al-adabī atau unsur moril adalah unsur yang menyatakan bahwa seorang pelaku tindak pidana harus sebagai subjek yang bisa dimintai pertanggungjawaban atau harus bisa dipersalahkan.                


[1] Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 60.

[2] Ibid., 61.
[3] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Surabaya: Fajar Mulya, 2012), 516.
[4] Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), 428.

[5] Abdul Hamid Al-Ghazali, Ihyaul Ulumuddin, (Ciputat: Lentera Hati, 2003), 379.

[6]  Abdurrahman al-Maliki, Sistem Sanksi Dalam Islam, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), 12.


[7] Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 298.

[8] M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), 26-27.

PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui
Buka Komentar
Tutup Komentar
Close Disqus