Skip to main content

Pencitraan Barat Terhadap Islam: Benarkah Islam adalah Agama Yang Menakutkan?


www.azid45.web.id - Pencitraan Barat Terhadap Islam: Benarkah Islam adalah Agama Yang Menakutkan?. Barat berusaha memberikan kepada Islam,[1] sebagai suatu ancaman dan mencoba menggambarkan Islam sesuai dengan perspektif budaya dan peradaban Barat. Judith Miller, dalam artikelnya yang berjudul "The Challenge Of Radical Islam", memberikan analisis dan berawal dari kesaksiannya bahwa 55 Negara, berasal dari tiga benua, berkumpul kortum, Sudan guna menyusun strategi bersama untuk membangun Negara Islam di tanah air mereka masing-masing.

Dalam pertemuan tersebut melahirkan manifesto bersama bahwa bagaimanapun berkuasanya Amerka dan Barat "Good is Greated", Tuhan tetap lebih berkuasa. Diantaranya manifesto itu dinyatakan: liberalism dan demokrasi tidak sesuai dengan shura, prulaisme baik, asal saja ia tidak dan disubordinasikan pada kebutuhan bagi "kesatuan dan shura" kerjasama dengan Barat pemerintah-pemerintah non-Islam lainnya dibolehkan asal saja didasarkan pada prinsip-prinsip yang baru dan lebih setara rezim-rezim yang baik akan didukung rakyat dan rezim-rezim yang korup akan mendapat perlawanan rakyat.

Pencitraan Islam oleh media Barat bahwa Islam Agama yang mengancam, menakutkan, terror, ekstrim, itu sudah biasa akan tetapi permasalahan yang muncul kemudian mengapa Islam digambarkan sebagai ancaman, terutama bagi Barat?. Banyak sarjana yang mencoba menjelaskan persoalan ini dengan perspektif yang berbeda-beda.

Bagi para aktivis radikal, keterlibatan mereka dalam gerakan radikalisme Agama merupakan sebuah keniscayaan, sebagai konsekwensi dari pilihan Agama yang dipeluknya. Bagi mereka, seluruh doktrin Agama merupakan inperatif teologis yang tidak bisa ditawar-tawar. Semua pemeluk Agama sebenarnya membutuhkan ghiroh ini tetapi pada kelompok radikal, ghiroh tersebut dilandasi dengan cara membaca yang harfiah terhadap teks-teks normative Agama. Rupanya kelompok radikal kurang begitu peduli dengan hermeneutika. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab adanya kesenjangan antara pemahaman Agama dengan realitas sosial. Misalnya saja ghiroh dalam pemberlakuan syariat Islam. Dalam kasus ini seringkali dijumpai adanya simplifikasi karena yang ditekankan dari pemberlakuan syariah tersebut sebatas pada aspek susila dengan menggunakan tolak ukur masyarakat lama (old society) ketika kita mencoba menerapkan pada konsteks masyarakat saat ini, yang berbeda dengan masyarakat lama, seringkali menimbulkan benturan.

Perlu dipertegas disini kelompok radikal serperti yang berkembang di tanah air, bukan mainstrim muslim. Mainstrim muslim di Indonesia adalah kelompok moderat seperti yang secara siknifikan direpresentasikan oleh Muhammadiyah dan NU. Jadi sebenarnya terdapat kekuatan (Strength) dan peluang (opportunity), dalam menampilkan Islam moderat, sebagai conter terhadap Islam radikal. Dalam rangka ini kelompok Islam moderat harus terlibat gigih lagi dalam meneguhkan kontruksi sosial (social construction) keberagamaan yang moderat. Upaya ini dapat dilakukan melalui institusi-institusi sosial yang ada. Institusi sosial yang paling strategis adalah pendidikan.

[1] Lihat Esposito L, & Jhon Ovoll, "Makers of Contemporery Islam", Jakarta: Grafindo, 2002
PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui
Buka Komentar
Tutup Komentar
Close Disqus