Skip to main content

3 Langkah Pembaharuan KH. Ahmad Dahlan Dalam Merintis Lahirnya Muhammadiyah

3 Langkah Pembaharuan KH. Ahmad Dahlan Dalam Merintis Lahirnya Muhammadiyah

www.azid45.web.id - 3 Langkah Pembaharuan KH. Ahmad Dahlan Dalam Merintis Lahirnya Muhammadiyah. Kelahiran Muhammadiyah melekat dengan sikap, pemikiran, dan langkah Kiai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi dan oerientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kiai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid ('aqidah), ibadah, mu'amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang asli yakni Al-Qur'an dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.

Mengenai langkah pembaruan Kiai Dahlan, yang merintis lahirnya Muhammadiyah di Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil temuan penelitiannya sebagai berikut: Pertama. Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang ibadah, membersihkan cara-cara ibadah dari bid'ah, dalam bidang mu'amalah membersihkan kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam, ia merombak taklid untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad".

Kedua. langkah pembaruan yang bersifat "reformasi". Yang dimaksud dalam langkah ini ialah dalam merintis pendidikan "modern" yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kiai Dahlan, merupakan pembaruan Karena mampu mengintegrasikan aspek "iman" dan "kemajuan", sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya (Kuntowijoyo, 1985: 36). Lembaga pendidikan Islam "modern" bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam "modern" itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum.

Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda.

Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kiai Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengalaman Surat Al-Ma'un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal social-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah monumental ini dalam wacana Islam konteporer disebut dengan "teologi transformative", karena Islam tidak sekedar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan "hablu min Allah" (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memcahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah "teologi amal" yang tipikal (khas) dari Kiai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.

Kiai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kiai mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-Qur'an sebagai Kita Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kiai Dahlan menganjurkan atau mendorong "umat Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya", sehingga Kiai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan bahwa diskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid (Jainuri, 2002: 78).

Ketiga. Kepeloporan pembaruan Kiai Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya Muhammadiyah juga menunjukkan dengan merintis gerakan perempuan 'Aisyiyah tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kiai agar perempuan muslim tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan ajaran Islam serta mamjukan kehidupan kaum perempuan. Langkah pembaruan ini yang membedakan Kiai Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain (Mukti Ali, 2000: 349-353). Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kiai Dahlan mengenai pisisi dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal Kiai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan "feminism" seperti perkembangan sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kiai Dahlan yang kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan.

Kiai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut Djarnawi Hadikusuma, telah menampilkan Islam sebagai "system kehidupan manusia dalam segala seginya". Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanaya memandang ajaran Islam sebagai aqidah dari ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangkut akhlak dan mu'amalat duniawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan mu'amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai garakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem kehidupan yang nyata.

PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui
Buka Komentar
Tutup Komentar
Close Disqus
Close Translate