Skip to main content

Alasan KH. Ahmad Dahlan Memberi Nama Muhammadiyah Pada Organisasinya

Alasan KH. Ahmad Dahlan Memberi Nama Muhammadiyah Pada Organisasinya

www.azid45.web.id - Alasan KH. Ahmad Dahlan Memberi Nama Muhammadiyah Pada Organisasinya. Muhammadiyah? mungkin semua orang Indonesia bahkan luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Australia, Arab Saudi, bahkan Inggris mengenal nama Muhammadiyah. Ya, Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi Islam yang berdiri pada Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhilljah 1330 H) atau November (18 November 1912 M).[1] itulah kelahiran sebuah gerakan Isalm modernis terbesar di Indonesia yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri penduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan seorang kiai alim, cerdas, dan berjiwa pembaharu, yakni KH. Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis, dari kota santri Kauman Yogyakarta, atas dorongan serta saran yang diajukan oleh beberapa murid-muridnya, untuk mendirikan sekolah yang permanen.

Lantas mengapa KH. Ahmad Dahlan memberikan nama kepada organisasinya dengan nama Muhammadiyah?. Sesungguhnya, secara "lughowi" atau bahasa. Kata "Muhammadiyah" mempunyai arti "pengikut Nabi Muhammad". Kiai Haji Ahmad Dahlan sengaja menggunakan kata "Muhammadiyah" ini, karena beliau bermaksud untuk menghubungkan atau "menisbahkan" dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penghubungan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadi Kusuma mengandung makna diantaranya sebagai berikut: Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad SAW, yaitu Islam. Dengan tujuannya ialah "memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memegang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam". Alih-alih, Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.

Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan manifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kiai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Menurut beberapa catatan, kemampuan intelektual Muhammad Darwis ini semakin berkembang cepat dia menunaikan ibadah haji pertama pada tahun 1890, beberapa bulan setelah perkawinannya dengan Siti Walidah pada tahun 1889. Proses sosialisasi dengan berbagai ulama yang berasal dari Indonesia. Setelah menunaikan ibada haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kiai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaharuan di Tanah Air.

Kecerdasan serta keberanian Kiai Haji Ahmad Dahlan dalam rangka untuk mengaktualisasikan gerakan dakwah "Amar Ma'ruf Nahy Mungkar", diperlukan sebuah kekuatan intelektual yang tinggi ketika dalam sebuah kegelapan muncul ide dan gagasan besar kebangsaan. Kecerdasan dan keberanian itu karena tempaan pendidikan keagamaan yang sangat panjang, baik dalam maupun luar negeri. Ketika menempa ilmu di dalam negeri, beliau belajar diantaranya belajar fiqh dari K.H. Muhammad Saleh dan belajar nahwu dari K.H. Muhsin. Selain belajar dari dua guru di atas yang juga adalah kakak iparnya, Muhammad Darwis belajar ilmu Agama Islam lebih lanjut dari K.H. Abdul Hamid di Lempuyangan dan K.H. Muhammad Nur. Muhammad Darwis yang sudah dewasa terus belajar ilmu agama Islam maupun ilmu yang lain dari guru-guru yang lain, termasuk para ulama di Arab Saudi ketika ia sedang menunaikan ibadah haji. Ia pernah belajar ilmu hadits kepada Kiai Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar ilmu qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu falaq pada K.H. Dahlan Semarang, dan ia juga pernah belajar pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun binatang. Sebelum menunaikan ibadah haji, Ahmad Dahlan lebih banyak mempelajari kitab-kitab, dari ahlussunnah waljamaah dalam ilmu aqaid, dari madzab Syafi'i dalam ilmu fiqh dari Imam Ghazali dalam ilmu tasawuf.

Ketika beliau haji, beliau berguru pada ulama Indonesia yang ada di Arab, dan disanalah gagasan-gagasan pembaharuan itu diperoleh Kiai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Makkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kiai Nawawi dari Banten, Kiai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kiai Fakih dari Maskumambang, juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaharu Islam seperti Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaharu pemikiran Islam itu menanamkan benih ide-ide pembaharuan dalam diri Kiai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kiai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaharuan, bukan malah menjadi konservatif.

Akan tetapi Kiai Dahlan justru menjadi sangat progresif dalam ide-ide, gagasan-gagasan yang brilian dalam rangka untuk mengangkat derajat umat dari keterpurukan kondisi social, politik, ekonomi, kesehatan serta pendidikan. Kiai Dahlan telah menghayati cita-cita pembaharuan sekembali dari hajinya.[2]

[1] Deliar Noer, "Gerakan Modern Islam Indonesia 1900-1942", Jakarta: Penerbit LP3S, 1973, hal.85.
[2] Abdul Munirmulkhan, "KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Perubahan Sosial", Jakarta: Bumi Aksara tahun, 1990, hal.17
PERHATIAN:Jika anda ingin bertanya atau bantuan bisa kontak kami
contact atau 089677337414 - Terima kasih.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui
Buka Komentar
Tutup Komentar
Close Disqus